Thursday, December 27, 2018

Merah Bawang Part 2

Hasil gambar untuk bawang merah
Merah Bawang Part 2

Ecce terbangun. Dia memeriksa leher jenjang dan kepalanya. "Alhamdulillah ... masih utuh." Gadis bugis itu berembus lega, lalu menengok ruangan yang berdekorasi banyak bunga warna-warni mewah dan dihiasi selaras di dinding yang berselimutkan kain manik-manik. Sinar matanya berhenti menemukan sosok berpakaian melayu.

"Kenapa saya di sini? Bagaimana pestanya?" 

Rizal menggeleng layu. "Tenang aja ... semuanya baik-baik aja kok."

"Betulan?"

"Iya bener, bener-bener kamu berhasil membuatku tampak bodoh di depan panggung seorang diri menyalami tamu." Rizal tersenyum. Giginya yang gingsul mulai tampak. "Bukannya anak bugis itu pelaut ulung seharusnya tangguh, ya?" Laki-laki melayu itu menggoda, lalu tertawa. Ecce menyorotkan mata menusuk. Kalau Ecce tidak di rumah mertuanya, dia mungkin sudah menarik lubang hidung Rizal.

Anak semata wayang itu pun kena muntab oleh keluarganya. Bukannya Rizal khawatir, ia malah membully istrinya. Dan baginya itu adalah kebahagiaan.

Keluarga Rizal berkumpul mengitari pasangan baru itu, setelah Ecce membaik. Mereka penasaran, bagaimana si usil Rizal, pemuda melayu minang berjodoh dengan Ecce, gadis bugis anak pelaut ulung yang galak? Rizal pun mulai berkumur-kumur bercerita romantis dengan banyak drama fiksi yang hiperbola, seolah-olah Eccelah yang mengejar-ngejarnya waktu kuliah. Dan Ecce mau muntah karenanya. Ia pun membela diri. Bercerita lebih maha hiperbola lagi.

***

"Gak keren sekali kamu! Jauh-jauh dari kosan, terus kewisudaan malah cuman ngasih bawang." Rizal berkomentar menerima hadiah Ecce dengan susah payah karena tangannya sudah dipenuhi banyak kado, karangan bunga, dan boneka. Sesekali dia mengucek hidungnya yang gatal.

Ecce meminta maaf atas tragedi ablasa iblis, sembari memberi bawang yang telah dipotong menjadi dua bagian. Gadis berkulit ranum itu mengangguk. "Eh, jangan salah! Bawang merah itu toh, obat mujarab untuk menyumbat lubang hidungmu yang sering meler itu!" 

Rizal diam. Menelan ludah. Seketika terharu, karena efek dari bawang merah. Adegan itu pun ditonton oleh keluarga Rizal dari kejauhan. 

"Oh inilah menantuku," kata salah seorang dari mereka mengambil kesimpulan sepihak.

Maka, kun fayakun

Sejujurnya memang Rizal cukup terenyuh, aktivis galak ini ternyata peduli padanya kalau dia sering ingusan. Ditambah dorongan oleh keluarga Rizal segera ingin menikahkannya. Sedang, Ecce sendiri, gadis yang begitu santai. Kalau orangtuanya setuju, dia akan menerima--padahal ia juga mau, tapi sok jual mahal. Kesal berkepanjangan pada Rizal, sang playboy cap tikus, menjadikannya simpati. Dari antipati bermetamorfosis empati.

Dan kesederhanaan bawang merah menyandingkan dua perbedaan, menyulap benci menjadi cinta.

Wednesday, December 26, 2018

Setelah 7 Menit

Gambar terkait
Setelah 7 Menit

Apa yang terjadi setelah berlalunya tujuh menit?

Ya. Aku sudah tidak mampu mengenang kalian!

Otak manusia setelah kematian hanya bisa bertahan dalam 7 menit. Di situlah cerita kita dimulai!

Cahaya itu menarikku berada di bale-bale bambu. Aku duduk di atas tikar anyaman pandan, menatap sendu dinding bambu bersusun-susun, dan atap ijuk yang menjorok keluar.

Aku menunggu. Menunggu kalian bersemangat di serambi sembari menenteng kitab. Teringat. Masa tidaklah menciptaku menjadi sunyi di tengah ramai, tidaklah terlupakan di tengah kenangan, tapi menjadi sulo di tengah suram. Aku pun teramat bahagia menikmati bacaan ayat-ayat cinta yang kalian gemakan.

Nokia 1280

Hasil gambar untuk gambar nokia 1280
Nokia 1280


"Koh, tolong dicek hp saya...."

"Hayya,
apanya yang rusak lah?"

"Itu, tidak bisa terima telpon, sama sms. Anak saya... sudah sebulan tidak bisa telepon dan sms."

Laki-laki gemuk itu pun mengecek hp merk Nokia 1280 keluaran 9 tahun lalu, milik wanita tua paruh baya di depannya. Pria bermata minimalis itu menghela napas. "Hp Ibu tidak rusak... ini... anak Ibu memang belum pernah nelpon dan sms...."

Ibu itu terdiam dan mengangguk. Aku bisa melihat jelas wajah sendunya. 

Tujuh menit ini. Tujuh menit yang menarikku untuk menyaksikan episode hilang. Aku tidak tahu. Setelah 7 menit. Aku akan benar-benar pergi!

Thursday, December 20, 2018

HAN

Gambar terkait
HAN

Aku sudah memperingatkannya berulangkali agar dia tidak keras kepala! Ikuti saja mau mereka! Kenapa kamu tidak mendengarku? 

Dari kejauhan ... aku bisa melihat tembok tinggi yang berdiri kejam, menara pengawas yang selalu mengintai, kamera CCTV, dan penjaga-penjaga bersenjata.

Aku takut. Aku takut ... membayangkan apa yang sedang mereka perbuat terhadapmu. Bahkan mendesiskan namamu saja aku tak sanggup. Namamu. Namamu adalah sebuah ancaman baru! Namamu adalah sebuah kejahatan!

Agustus. Hari terakhir melihatmu. Ketika satu juta orang lebih dan kamu serta-merta ditahan di kamp interniran. Kamp pengasingan. Aku tak percaya! Seperti mimpi buruk. Sejauh inikah pemerintah kita melakukannya?

Aku memandang kamp interniran. Jaraknya cukup jauh dari kota kita. Xianjiang.

Kulihat banyak bangunan begitu gencar didirikan. Ada 101 fasilitas keamanan dibangun di Dabancheng, Xianjiang. Dan pemerintah menyangkalnya, mengatakan tempat ini adalah gedung pendidikan vokasi untuk melatih keahlian khusus. Kata salah seorang teman, ia mendengar dari ayahnya, mereka sedang membangun fasilitas tertutup, sebuah bangunan raksasa, berpagar besi, dan beton, juga didirikan menara pemantau. Sedang, di kamp pengasingan sendiri, mereka memaksa memakan babi, menegak alkohol yang kau benci, dan menyanyikan lagu-lagu partai.

 “Mei....”

“Namaku Medina.” 

Aku menggeleng kuat. “Jangan gunakan nama itu di sini!” Aku berbisik khawatir. Menengok ke kiri dan kanan memantau situasi. Gadis itu tampak tak peduli. “Kamu tahu, kan?! Sekarang pemerintah sudah bergerak menyabotase atribut untuk berTuhan dan ritual keagamaan.” Aku memandang sedu, lalu sigap kusembunyikan. 

Dia terdiam sendu. Menarik kuat napas yang tampak mencekiknya. Lalu menurunkan mantel yang menyembunyikan balutan hitam rambutnya. Dia tersenyum. “Isyhadu bi-anna muslimah.”

Aku menatap kesal. Dia mengatakan kalimat terlarang lagi! Lalu bayang itu hilang bersama dengan mereka membawamu ke kamp interniran.

_______

FF ini, aku hadiahkan untuk saudara kita, muslim Uighur, etnis Turk. Mereka dipaksa untuk mencela Islam, mengadopsi ateisme, dan berjanji setia untuk China. Hukuman bagi penentang adalah kuku-kuku dicabut, gigi-gigi ditanggalkan, bahkan sampai menggunakan ular untuk mengintrogasi. Banyak dari mereka yang dipukul hingga tewas lalu dikremasi. Anak-anak tahanan dimasukan ke sekolah khusus yang mengajarkan nilai komunis. Sekitar 70-80% penduduk telah dibawa pergi. Sekolah-sekolah dan pabrik-pabrik kini berubah menjadi kamp pengasingan. Bahkan aktivitas muslim Uighur dipantau oleh etnis Han. Ribuan wanita Uighur dipaksa menikahi pria beretnis Han untuk menghapus generasi Islam Uighur. 

Kenapa berita ini tidak viral? 

Pemerintah Cina begitu rapi memainkan media, dan meminta dunia yang terikat dalam segi ekonomi unuk tidak menanggapi. Xianjiang juga memiliki kelimpahan mineral dan sumber daya. Cina berupaya mempertahankan kontrol wilayah tersebut. Itulah salah satu penyebab genosida sekarang ini.

Sumber data : ACT

Sunday, December 16, 2018

Merah Bawang Part 1

Gambar terkait
Merah Bawang Part 1

Baju kurung basiba dipadu sarung balapak berona pakem telah melekat di badan gadis bugis Makassar itu. Juga suntiang seberat 4 kilo kokoh menancap ganas di kepalanya. 

"Ini barang, kayak batu di kepalaku, beh!" Ia merintih. Tersenyum getir sembari bersalaman dengan para tamu. Di sisinya berdiri tinggi laki-laki tambun berwajah melayu. 

"Tenang, dulu nenek dan umiku cuman 5 kilo, ya, standarlah dengan memikul laptop jadul atau topi militer. Fighting, ya!"

Ecce geram. Baginya. Rizal ini sama sekali tak membantu. Dia bingung. Kenapa dia bisa menikah dengan teman angkatannya ini?

Di sisi lain, laki-laki ini masih tak percaya. Tiga belas calon mempelai bertandang di panggung hidupnya--yang playboy cap tikus. Tetapi, mempelai sekarang yang bersanding dengannya ialah aktivis cerewet yang dulu memanggilnya sadis ablasa, artinya makhluk menjauh, atau iblis.

Episode itu pun buyar. Ketika ia menengok ke sisinya. Roboh sudah tubuh ringkih gadis bugis Makassar tulen itu. Suntiang 4 kilo di kepalanya telah mengalahkannya.

***

Cucu adam dan hawa ini ditakdirkan sekelas saat kuliah. Waktu itu, Ecce menjadi Asisten Dosen MK PAI. Pendidikan Agama Islam. Saat itu, ia bertugas mengajak semua mahasiswa muslim untuk mengikuti kegiatan mentoring bersama. Setelah mengecek absensi dan forum, hanya ada satu nama yang tanda tangannya hadir, tetapi tidak ada pemiliknya, seperti jin. 

Ia pun kesal. Memergoki Rizal yang sok sibuk mengajar Mekanika Teknik mahasiswi cantik dari kelas B--mengajar dengan niat modus. 

"Hei, ablasa! Makhluk yang menjauh. Kamu tahu ada kegiatan mentoring bersama, toh? Kenapa kamu kabur?!" Ecce begitu dongkol.

"Aku sibuk! Lagipula materinya pasti itu-itu aja!" Rizal mengusap hidungnya dengan sapu tangan.

"Kamu tahu kah kenapa iblis dikeluarkan dari surga? Karena dia menjauh ... tidak mau taat ... tidak mau sujud. Dia sombong! Kamu jangan sombong baru anggap sepele ini MK PAI. Kita itu manusia ... bukan Iblis!"

Rizal pun dibuat bungkam. Ecce memang baru di dunia dakwah tetapi full energik. Sikapnya membuat Rizal kesal. Dan menjadikan Ecce. Deretan perempuan yang tidak akan diliriknya, bahkan sampai Kera Sakti mengalahkan 99 siluman.

***
1825 hari kemudian. Rizal si anak Buya, mendapat kabar di kampung bahwa nenek sakit. Sebelum wafat, beliau ingin melihat cucu satu-satunya bersanding di pelaminan. Bersamaan dengan Rizal hendak wisuda. Keluarganya pun datang ke pulau Jawa--sekaligus mencarikan jodoh Rizal.

Tahun ini, hanya Rizal yang wisuda, karena teman angkatannya telah lulus. Teman-teman memberinya banyak karangan bunga, kado, dan boneka. Maka, majulah Ecce meminta maaf mengenai konflik ablasa 5 tahun lalu, dan memberinya bawang merah.

Thursday, December 6, 2018

Kupinang Kau dengan Tahu Mercon

Image result for tahu
Kupinang Kau dengan Tahu Mercon

“Itu, loh, katanya ... si Joko jualan tahu mercon buat ngumpulin uang panai.” Aku menunjuk laki-laki berkumis lele yang sedang meniriskan gorengan. Ecce pun melirik.

“Gila, ya, sampai manusia bangkit dari kubur pun, mustahil bakal terkumpul! Ya ... tapi sebenarnya, tidak ada yang mustahil, sih, dalam film Korea, misal Oppa-oppa ganteng yang seorang CEO jatuh cinta sama cewek kere bla bla bla.” Ecce tertawa jahat dengan dialek khasnya. 

“Cik ... cik ... pedoman hidup kau! Ada kun fayakunnya Allah, kok.”

“Kalau udah bahas itu, aku udah gak bisa ngomong apa-apa lagi.” Ecce tampak menyerah.

Aku dan Ecce pun menemui Joko, teman kelas kami. Kalau boleh jujur, Joko ini jenis manusia langka. Kami sebagai mahasiswa baru yang segenap jiwa raga dipersembahkan untuk IPK, beasiswa, dan melunasi utang sebakol di warteg. Sedang si penjual tahu mercon amatir ini, malah mikirin kawin! Apalagi kesengsemnya sama orang bugis yang uang panainya harga mati.

Uang panai harga mati!

“Woi ...,” sapa Ecce galak, sok keren. Joko, si lubang hidung gede, yang juga saat itu sedang menggaruk-garuk hidung sambil mengaduk adonan tepung jadi syok melihat kami--yang seperti Jelangkung, tiba-tiba nongol, tak diundang, tak dijemput, tak diantar. Ia pun lari.

“Hei, mau ke mana?!” teriakku memanggil Joko yang membawa lari baskom berisi adonan tepung.

“Aku mau mati sajaaa! Akan kutenggelamkan kepalaku di dalam kulkasss!"

Kami saling berpandangan. “Adegan apa ini?” tanya Ecce datar. Aku menggeleng bego.

Sejak saat itu aku baru tahu, kalau Joko mengumpulkan uang panai untuk Ecce dengan berjualan tahu mercon. Dan endingnya dia benar-benar mati! Tapi bukan karena dia sukses memasukkan kepalanya ke dalam kulkas, melainkan ditabrak penjual tahu bulat sepeninggalan kami.

“Joko, kau bisa mendengar, kan?” tanyaku.

“Kamu yakin?” Ecce tampak ragu.

“Iya, orang mati itu bisa mendengar suara kita, kata Ustad Abdul Somad,” sahutku sambil menarik ingus melorot.

“Joko... jangan menggaruk hidung sambil memasak, nanti mati ....”

Thursday, November 15, 2018

Dabu-Dabu Buatanmu

Dabu-Dabu Buatanmu

"Itu apa? Kok serem?" tanyamu penasaran.

"Bahaya kamu, beh! Kamu ejek saya terus!"

"Hanya bercanda!" kulihat kamu langsung duduk di samping menatap irisan tomat yang kubuat, "begini loh caranya! Kamu cewek loh, iris tomat itu ada SOPnya!"

"Heh!" Aku berembus berat. "Maklumi saja, saya, kan, anak teknik!" belaku. Aku pun teringat saat kuliah dulu, pernah dipecat secara terhormat menjadi PJ konsumsi, karena membuat puding menghilang dari panci sebab ditinggal nonton Shincan, saat itu pudingnya meleleh di atas kompor dan lantai. 

Sudahlah! Rejeki kucing kurus bu warung!

"Anak teknik, sih, anak teknik, tapi harus belajar masak juga!" kamu tersenyum kecil, sumpah ini pertama kalinya aku melihat irisan tomat dipotong begitu rapi, simetris, ukurannya sama dan menggiurkan. Apa ini kekuatan tersembunyi anak seni?

Meskipun kamu tak makan ikan bakar dengan dabu-dabu Manado, kamu begitu antusias membuatkanku dabu-dabu, dan aku? Hanya menontonmu! 

***

"Astagfirullah astagfirullah, ya Allah aku nabrak! Aku mati!"

"Ada apa ini?" tanyamu kaget.

Aku menaruh tablet yang kupinjam. "Tidak apa-apa ji saya lagi main game," jawabku patah-patah, "ini mobilku beh nabrak terus, saya syok." Aku menggaruk kepala. Mengganti permainan. Lantas kamu langsung tertawa.

"Itu aku dah selesai motong-motong!"

"Habis itu kamu campur saja, Gus! Tomat, cabe, bawang, kemangi, jeruk nipis, garam, kecap dan penyedap!"

"Kok aku yang jadi masak?" tanyamu melongo.

"Halah, tidak apa-apa, Gus, itung-itung kamu belajar seni! Iyo, toh?"

"Wah, kamu bener-bener deh!" Kamu tersenyum lagi. "Gak papalah, barangkali aku nikah sama cewek bugis yang gak pintar masak, jadi harus belajar ekstra," bisikmu. Aku terhenti dari memainkan game zombie yang baru kumulai.

Aku mengecap sesendok. 

Ini Dabu-dabu terenak yang pernah kumakan, dabu-dabu buatan tangan anak jawa asli! Begitu mewangi, sensasi aneka rasa, manis, asin, pedas, kecut, menjadi satu, dan nyambung di lidah orang bugis macam aku.

Dabu-dabu ini juga pengganti emas cincin untuk ungkapan cinta saat kamu melamar, begitu sederhana memang, tapi romantisnya dapat!