Novel kita, novel korona.
Hai ... kalo kalian ketemu dengan korona hari ini
aku hanya mau ucapin selamat, karena kalian masih hidup hingga 2020. Ya,
seperti aku. Alhamdulillah ... jangan sedih teman, karena kita adalah alumni
kiamat 2012, so kita masih punya waktu kan untuk bermanfaat---bukan
dimanfaatkan. Dari kata "dimanfaatkan" ini nanti ada kaitannya dengan
teman kampusku. Inisial R.
Kembali ke korona. Ini tidak semengerikan yang
kalian dengar, novel kita bukan hanya isinya lockdown, wabah, pilek, handsani
mahal, masker ditimbun, tapi ini novel tentang aku dan Rendi. Mahasiswa
kurus---hidup pulak.
Kayak lu gak kurus aja, Ren!
Diam lu, Thor!
Sorry, tadi ada intermejo hehehe, lanjut ya, guys,
mumpung si Rendi mungkin lagi mengeram, ayo kita julitin, dia.
Oi ... oi dosa lu, Ren!
Apaan, sih Thor?
Ingat, dosa loh, tahu kiamat dah dekat, nak!
Korona sudah merajalela.
Iya-iya, Mama Dedeh ... gampang nanti tinggal
istigfhar!
Astagfirullahhh Ren ... Ren ... semoga lu diberi
hidayah.
Oh, maaf ya, kalian dah nunggu ceritaku dengan
Rendi, maaf ya, authornya soalnya lagi insyaf, mungkin karena korona. Kita
lanjut, ya. Udah sampai mana, ya? Tuh, kan lupa
Sampai mahasiswa kurus---hidup pulak, Ren
Ah, iya. Itu. Makasih ya, Thor, dah diingetin,
akhir-akhir ini sering pikun, mungkin karena kurang aqua dan kurang julit
gara-gara gak ngampus.
Bukan, Ren. Kebanyakan dosa, Ren!
Ah, sudahlah! Jadi tadi kita lagi bahas Rendi, ya.
Oke, Rendi adalah mahasiswa sepuh, semester ... uh ... jujur aku gak tahu dia
semester berapa, mungkin juga dia gak ingat sudah semester berapa saking
setianya dia menunggui kampus. Selain itu, aku juga kadang memanggilnya
mahasiswa hantu, kenapa? Bayangkan ... ajaib bin ajaib, tanda tangannya lengkap
di absen, padahal batang hidungnya gak ada yang nongol.
Selain itu, dia juga sering nitip nama dan nim pas
pengumpulan tugas. Bayangkan. Tugas kelompok pun jadi tugas rasa jomblo.
Sakitnya tuh di sini (sambil nunjuk dompet), harus ngeprint sendiri. Dasar cowok
tidak bertanggang jawab! Sejak saat itu, aku membold, eh bukan ... maksudnya
memblack list dia dalam daftar calon jodohku tahun 2025.
Ah, sok lu! Emang Rendi naksir lu?!
Iya, Thor! Pura-puranya gitu. Biar keren. Thor
daripada lu gangguin terus cerita gue, mending sana mandi, gih.
Kenapa?
Biar koronanya takut hehehe
Iya bosquh (Author pergi ambil handuk dan
sunlight)
***
Pertamakali bertemu Rendi,
"Ren ...." Salah seorang dosen muda yang
mengajar Arsitektur Lingkungan memanggilku.
"Iya, Pak?" Kami menjawab.
"Eh—" Aku menoleh pada sosok di
sampingku, yang serba hitam, kayak orang habis ngelayat, pake jaket jins hitam,
juga celana jins, semuanya serba jins, kayaknya orang ini demenannya sama jin,
deh! Gumamku bercanda.
“Bukan kamu Renna tapi Rendi.” Pak Firman
tersenyum, kemudian bertanya kabar proyek yang dihandle Rendi. Aku menelan
ludah. Boleh juga bocah ini, kurus-kurus tapi dia bisa memegang proyek gede
skala 4. Ternyata dia punya masa depan yang suram eh maksudku yang cerah.
“Jadi, ini tugas baru kalian.” Pak Firman mengganti
slide PPT, menjelaskan dengan wajah ramah dan semangat perihal tugas baru,
berbeda dengan teman-teman yang sudah kayak cacing pita, bawaannya lemas,
mungkin karena overdosis kerja. Kulirik Rendi agak beda, meski kelihatannya cacingan
tapi dia bersemangat.
“Semuanya sudah
ditentukan, kan, wilayah surveynya untuk green building. Siapa yang belum dapat
kelompok?”
Serentak semua mahasiswa
berjumlah 15 anak (kecuali Rendi) berembus, menghela napas panjang … panjang …
panjang banget hingga meniup Papi (kayak avatar eeng aja, nih mahasiswa). Oh,
iya, Papi adalah nama panggung Pak Firman.
Papi mengulang
pertanyaannya.
“Saya, Pak.”
“Oh, Renna.” Pak Firman
manggut-manggut, melirik Rendi yang senasib sama aku. Menyedihkan! Menyedihkan
memang! Kalo kerja kelompok pasti rasa jomblo! Teman-temanku sudah lulus saat
aku melanjutkan kuliah di kampus hijau ini sebagai mahasiswa transfer rasa
karyawan. Kami di sini adalah mahasiswa jadi-jadian, gak tulen mahasiswa. Jika
hari aktif kami kerja, maka hari libur adalah waktu kami kuliah. Inilah alasan,
sering ada mahasiswa hantu yang kadang bergentayangan saat ujian, kadang lenyap
seperti ditelan likuifaksi kalo lagi ada kelas dan asistensi.
“Oh, Renna. Kamu
kelompokkan sama Rendi, ya?”
Aku ngangguk-ngangguk
aja. Aku tahu endingnya akan ke mana.
Belakangan baru tahu, ternyata
Rendi pun senasib sama aku, bedanya teman angkatannya sudah pada lulus, atau kebelet
nikah, atau kuliahnya digantung macam ngengantung mantan. Sebenarnya Rendi pun
sama!
Pertamakali bertemu Rendi
saat aku semester 1, dan sekelompok sama dia, endingnya dia hanya nitip nama
dan nim, terus gak pernah nongol lagi sampai negara api menyerang. Kali kedua.
Ketemua dia di mushola kampus. Dia begitu buru-buru tuk sholat. Aku berdecak
kagum. Dia … dia …. calon imam yang oke.
TAPIII!
Dia ke mushola cuma
numpang pipis di toilet!
GUBRAKKK!
No comments:
Post a Comment