![]() |
bukalapak.com |
Bagian 1 : Loker Tempat Penitipan Hati
"Yang, nitip, ya." Rigo menyerahkan beberapa ember jumbo yang diseretnya setengah mati masuk ke dalam gerbang beton tinggi yang difinishing cat oranye.
"Yang?"
Laki-laki yang sok maskulin itu mengangguk. "Iya. Sayang." Dia berkacak pinggang, heran. "Kenapa?"
"Yang-yang, kepala lu peyang!" nyinyir gadis yang memakai mukena bercorak bunga warna biru itu. Rigo tertawa renyah, sambil mendorong barang-barangnya ke depan pintu kayu yang usianya diperkirakan sebelum Indonesia merdeka. "Kamu kalo ada aja maunya, manisnya kayak anggota DPR mau nyalon!"
"Udah ya, Yang. Aku ditunggu doi nih." Cowok pemilik senyum manis itu mengindahkan kenyinyiran Mayang.
"Eh, gorila! Wismaku itu udah kayak abis kejatuhan bom atom Hiroshima Nagazaki, masih saja kamu recokin dengan barang-barang dari mantan-mantanmu!"
Rigo yang hendak menaiki motor scoopy birunya lantas berbalik, dia mengernyitkan dahi. "Loh, kok kamu tahu itu dari mantan-mantanku? Kamu kepoin, ya?"
"Hm … dua atau tiga bulan sekali kamu nitip barang beginian, kan!" Mayang mengetuk penutup ember itu dengan sapu ijuk bergagang biru milik wisma.
"Yasudah. Daripada kamu cemburuan terus, kamu boleh ambil sesukamu deh." Laki-laki berminyak wangi khas cowok gaul itu telah mengeluarkan motor kebanggaannya dari gerbang wisma. Meninggalkan seorang Mayang dengan senyuman. Dia tahu betul, kalau seorang Mayang, penggila barang gratis.
"Apaan tuh, Mba?" Wulan yang lagi mencari pakaiannya di gudang melirik ember jumbo milik Mayang. "Pakaian kotor?"
"Gundulmu!"
"Aku gondrong loh, Mba hehehe," jawab Wulan santai. "Dari hawa-hawanya ini, pasti dititipin barang mantannya si Mas Rigo, kan?"
"Iya dia pikir, aku loker? Tempat penitipan barang!" Mayang menyeret ember hitam itu dengan kaki kurusnya.
"Sampai segitunya sih, Mba!" Wulan geleng-geleng lalu tersenyum. "Mba Mayang, tempat penitipan hatinya Mas Rigo hehehe."
"Hah?" Gadis itu mengindahkan candaan teman wismanya itu. Ia menggulung mukenanya. Membuka ember angker itu. Isinya barang-barang yang sedikit bernilai duit, yang kira-kira kalau diaulin bisa menabung untuk print tugas gambarnya.
Ada boneka teddy bear, bunga kain vynil, beberapa buku, foto-foto yang dicetak, jaket angkatan, hingga almamater. "Apa-apaan ini?" gumamnya. "Jadi begini nasib mantan?"
"Kalo dari dulu, si Gorila bilang ngasih aku barang mantannya, pasti aku ikhlas kok." Mayang tersenyum, lalu terhenti. "Tapi kok aku marah, ya?" Dia mengambil foto Rigo dengan seorang gadis yang cukup terkenal di kampusnya, bendahara BEM FT.
Rigo. Teman kecilnya itu selalu saja mencari mangsa cewek-cewek oke! Mulai dari bendahara BEM FT, wakil ketua senat universitas, ketua himpunan, mba-mba pengajaran, hingga seorang dosen! Dan Rigo tidak pernah tahan sama ceweknya, paling lama 6 bulan!
"Mba. Friendzone itu berat, ya," goda Wulan yang lewat hendak mengambil air minum di galon, tampaknya dia telah berganti pakaian. Entah dia meminjam baju siapa lagi, karena baju bersihnya habis, semua pakaian kotornya ada di lantai atas ruang cuci jemur. "Fotonya masih aja dilihatin. Entar kebakar loh, Mba."
"Apa sih, Wul."
Mayang pun memilah barang-barang mantan Rigo yang sekiranya layak dijual. Tapi, boneka teddy bearnya saja seperti habis terlindas truk. Sepertinya boneka ini waktu hendak dimasukkan ke dalam ember dismeck down dulu sama Rigo.
Gadis bermata bulat itu jadi mengenang masa kecilnya, waktu itu dia mengintip dari balik pintu rumahnya yang reyot. Saat tetangganya baru saja pindah rumah persis di depan rumah Mayang yang jaraknya hanya 15 meter. Si kecil Rigo turun dari mobil hitam dengan meloncat, dia berkacak pinggang, memandang ke segala penjuru termasuk gubuk derita Mayang. Rigo melempar senyum. Membuat Mayang membalasnya ceria. Sejak saat itu mereka berteman.
Alasan Mayang berkawan dan lebih sering menghabiskan waktu di rumah Rigo bukan hanya karena Rigo imut, tapi juga karena di rumahnya banyak makanan dan mainan. Mamaknya Mayang pun harus memanggil Mayang pulang saat magrib. Di sisi lain, orang tua Rigo senang, tidak harus mempekerjakan neni untuk mengurus Rigo, meninggalkannya sama Mayang sudah lebih dari cukup. Daripada di rumah, mamanya lebih sering pergi arisan, nongkrong sama ibu-ibu sosialita hingga menghabiskan uang suaminya dengan berbelanja, sedang Bapaknya seorang TNI yang jarang pulang seperti Bang Toyyib, dan keluarga mereka juga hidup nomaden.
Sampai pada akhirnya Mayang dan Rigo berpisah saat masuk SMP, lalu dipertemukan lagi di jurusan yang sama di universitas negeri terbaik di Semarang. Mayang tidak percaya, pucuk dicinta ulam pun tiba. Tapi, sayangnya. Rigo tidak seimut dulu, dia sekarang playboy cap tikus!
Lamunannya buyar saat handphone Asus yang berusia 6 tahunnya itu bergetar. Dengan langkah malas, dia mengambil dan membaca WA yang masuk. Dilihatnya foto Rigo memakai masker hitam bargambar kucing.
[Eh, May-Maymuna keren, kan? Aku dijahitin masker sama doi loh :)]
No comments:
Post a Comment